Panjang Umur Perempuan Terhebatku


SABDA SHANGKARA"Hari ibu, hari ibuku dilahirkan kembali." Ibu adalah sosok yang tak pernah cukup untuk direnungkan. Jasanya yang tak terhingga, mendidik dan merawat anak-anaknya adalah hal yang mendasari kemuliaan-kemuliaan seorang ibu sehingga menembus definisi-definisi yang tak terbatas. Begitupun tulisan ini, yang sama sekali tidak pernah akan cukup untuk mengurai kata-kata akan kepahlawanan seorang perempuan yang seolah sama sekali tak memiliki celah kekurangan, begitu sempurna dan istimewa.

Siang tadi, banyak kawan-kawanku melalui media sosialnya mengungkapkan rasa terimakasihnya untuk perempuan hebatnya masing-masing. Momentum hari ibu begitu menyiratkan bahwa harus ada hari pengingat bahwa ibu adalah hal yang tak boleh terpinggirkan dari padatnya dunia saat ini. Walaupun, menurut sebagian kawan-kawanku jua — tak pantaslah jika merayakan hari ibu hanya satu hari, hari ibu adalah hari semua manusia di bumi.

Entah mengapa aku lebih memilih penyikapan dari kawan-kawanku yang kedua, yang lebih merayakan hari ibu sebagai sebuah prinsip daripada ceremonial belaka. Bukan, bukan karena hari ibu saya tolak melainkan hari ibu adalah hari konsensus bahwa ibu adalah yang mulia bagi anak-anaknya. Analoginya, silaturahmi adalah hal yang fundamental bagi seluruh umat muslim di dunia tanpa mengenal sarat waktu. Akan tetapi, kita masih membutuhkan hari raya 'ied-ayyn' untuk melegitimasi bahwa silaturahmi sangat penting adanya.

Ibu adalah sosok yang kupanggil namanya saat aku yang belum bisa memakai baju dan celana, ia juga yang saya panggil saat aku tak mampu menyuap nasi yang telah ia masak. Ia adalah wanita ter-sibuk saat saya sedang sakit. Sakti-nya ia tidak pernah mengeluh sedikitpun kalau saya ini menyebalkan dan penuntut.

Umurku sudah tak lagi belasan, tapi tetap masih saja tak luput bertanya kemana perginya kunci motor, kemana perginya kaus kaki, sekalipun charger. Masih saja tak bisa mandiri, hebatnya ia begitu sakti. Seolah mengetahui semua hal seisi rumah; pedihnya, sukarnya, senangnya, semuanya.

Ia juga adalah orang yang selalu menungguku untuk pulang, memastikan selalu keselamatan, apalagi urusan makan. Ia adalah sumber semangat, sumber tekad yang seolah tak habisnya referensi. Pengetahuannya luas, nalurinya kuat, ah! sempurnanya. Untuk semua yang engkau berikan, tak mampu kubalas. Tapi akan kupastikan gurat senyummu selalu ada dimuka bumi.

Comments

Post a Comment

Kritik dan diskusi adalah kekhasan budaya akademis yang harus dirawat, maka tinggalkan jejak anda disini.