Kemunculan Mafia Jurusan dan Penyimpangannya

SABDA SHANGKARA - Tulisan ini setidak-tidaknya akan bercerita banyak soal bagaimana peran jurusan, organisasi maupun mahasiswa yang turut andil dalam agenda penyengsaraan hidup masyarakat yang bermukim di kawasan kaki Pebukitan Kromong, Cirebon, Jawa Barat, Indonesia.

Tulisan ini diangkat berdasarkan fakta-fakta empirik yang didapatkan penulis melalui diskusi-diskusi publik maupun Turba (Turun ke Bawah) dimana penulis menyaksikan dan terlibat secara langsung bagaimana dinamika masyarakat yang terasingkan dan ditentukan nasibnya oleh program studi.

Keyakinan umum, kampus merupakan sentral pengetahuan, akan tetapi dewasa ini pengetahuan kerap dimanfaatkan oleh sekelompok 'orang-orang tamak' yang menggembosi himmah pendidikan tinggi dalam memposisikan diri sebagai poros pengetahuan dan mengentaskan masyarakat dari keterindasan.

Undang-undang Republik Indonesia tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi mengatur bagaimana peran lembaga pendidikan terhadap masyarakat yang dimanifestasikan dalam bentuk-bentuk pemberdayaan (Pasal 6 (4)) dan Pengabdian Kepada masyarakat (Pasal 1 (11)). Selain berfokus pada perbaikan kondisi kehidupan masyarakat, kampus juga memiliki peranan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Pasal 5, (4)). Sebagaimana kedua pasal (pasal I dan VI) yang sarat akan kepentingan masyarakat banyak, maksud baik kebijakan tersebut dicederai oleh mahasiswa dan dosen-dosen yang oportunis; dosen dengan keuntungan materialnya dan mahasiswa dengan keuntungan nilainya. Bobrok!.

Hipokritnya masyarakat akademik (mahasiswa dan dosen) menggambarkan betapa tamaknya orang-orang yang mempunyai kekuasaan terhadap masyarakat. Padahal amanat UUD 1945; "mencerdaskan kehidupan bangsa" kiranya mereka mengerti betul bagaimana arah substansi dari semua kebijakan dan cita-cita bangsa. Akan tetapi banyak sekali bentuk pengingkaran yang dilakukan jurusan bahwa upaya belajar mengajar dapat dikaburkan dan digeser dengan praktik transaksi kepentingan untuk melanggengkan kekuasaan, memenuhi hasrat duniawi dengan apapun caranya. Bentuk pengingkaran secara terang-terangan yang dilakukan mencerminkan betapa munafiknya mafia-mafia ini.

Sewaktu kecil, penulis yakin para pembaca hafal betul tentang ciri-ciri orang hipokrit. Mungkin orang tua kita, guru-guru kita, mengajarkan bahwa kemunafikan merupakan hal yang sangat tercela, sehingga doktrin agama tentang ketercelaan orang hipokrit telah kita konsumsi sejak usia dini.

آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ (رواه البخري)
"Tiga ciri orang munafik; apabila berkata ia berdusta, apabila janji ia ingkar dan apabila diberi amanah ia berkhianat" (HR. Bukhari).

KISAH PILU PENGHUNI GUNUNG KROMONG DAN LEGITIMASI SEPIHAK AKADEMISI

Minggu pertama bulan Desember 2022, penulis mendapati beberapa postingan dari mahasiswa jurusan yang melakukan 'kunjungan industri' di balai Corporate Social Responsibility (CSR) Perusahaan manufaktur yang bergerak dalam produksi semen. Sejumlah mahasiswa/i melakukan kunjungan industri disalah satu tempat yang mempunyai banyak sekali catatan hitam tentang perusakan peradaban-peradaban yang telah dibangun oleh masyarakat yang kemudian tersingkir karena logika 'pemanfaatan'

Dengan dilakukannya agenda kunjungan industri tersebut, tidak lain merupakan bentuk pengingkaran pengetahuan yang dilakukan oleh mahasiswa dan dosen jurusan terhadap nasib masyarakat yang bermukim di ring-1 perusahaan. 

Beberapa akun media sosial bahkan dengan rela berbual soal keindahan alam yang tertata rapih dikawasan kantor atau balai pertemuan yang dilakukan untuk tercapainya konsensus.

Padahal, jika menengok kebeberapa ratus meter kearah barat, maka akan sangat terlihat jelas bagaimana kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan akibat aktvitas bisnis tersebut. Sakit hati, memang—salah satu akun instragram menulis dengan mengutip salah satu penggalan dialog film Hijab Traveler (2016) bahwa "Tidak perlu kamera yang bagus, untuk memotret alam yang sudah indah". Jelas, ini sangat terbuai oleh keindahan yang dibuat-buat dan abai terhadap keindahan anugerah dari Allah yang telah menjadi sejarah.

Beberapa aktivis lingkungan yang berasal dari desa sekeliling perusahaan, menyatakan dengan lugas bahwa keindahan alam di desa mereka dahulu sangat menawan. Deretan goa kapur, eksotisme stalastik dan stalakmik goa-goa kapur, air-air yang deras mengalir, spesies kijang, babi hutan, dan ribuan ekosistem rusak akibat aktivitas industri yang menjerat dan dipelihara oleh kalangan akademisi lokal. Malah, dengan bangganya mahasiswa dan dosen itu berpihak pada kelompok yang jelas-jelas sangat tampak kedzalimannya.

Beberapa penulis seperti Wijaya Herlambang keras mengkritik akademisi yang mengiba dan memohon pada kelompok penguasa dan pengusaha agar ikut 'kecipratan' program. Carut marut yang dilakukan oleh mafia-mafia ini dijelaskan secara gamblang oleh Herlambang misalnya; mafia memproduksi buku-buku  konsumsi anak-anak atau strata Sekolah Dasar (SD) yang disusun dengan abai pada kebenaran, fakta ilmiah maupun pengedepanan asas value free pengetahuan. Melainkan lebih mendengarkan perintah kekuasaan yang menghendaki eksploitasi sumber daya, memprogram mindset generasi bangsa melalui pendidikan, menyusupi paham-paham asing yang bertujuan untuk mengakumulasi kekayaan yang sarat kepentingan individu dan kroni-kroninya.

Beberapa kali penulis terlibat dalam perbincangan maupun praktik mengenai bagaimana narasi yang digembar-gemborkan oleh perusahaan dalam membangun persuasi kepada masyarakat, padahal agenda eksploitasi secara besar-besaran ada dibalik komunikasi yang membuai tersebut. Kerap ledakan konflik terjadi antara masyarakat dengan perusahaan, pembakaran hutan, pembongkaran situs leluhur dan lain-lain.

Logika perusahaan yang hanya mengakumulasi laba, menembus nilai-nilai maupun kebudayaan yang telah mapan dimasyarakat. Kerap kali perusahaan bersekongkol dengan orang-orang kampus untuk melegitimasi terhadap semua delik-delik eksploitatifnya. Dalam agenda-agenda kotor tersebut, kerapkali mahasiswa, dosen, jurusan hadir—tergabung untuk membenarkan eksploitasi dan mengesampingkan manusia yang jelas-jelas adalah prinsip utama dalam pengetahuan.

Comments

  1. Gaungan mu bung, jadikan makanan pokok sehari-hari. Gass komporrr!!

    ReplyDelete

Post a Comment

Kritik dan diskusi adalah kekhasan budaya akademis yang harus dirawat, maka tinggalkan jejak anda disini.