Serat suratan untuk sang dewi . .
Sekadar dzarah kubawa cinta yang kupintal dengan nyawa,
Sembari ku bacakan sekelumit mantra dari rabb yang agung penguasa semesta.
Aku tertunduk melihat betapa agung engkau dewiku, di pelataran Nirwana
Ah . Ampunilah .. Betapa hina dina dzatku yang dengan lancang mencintaimu adinda
Engkau anggun dengan selendangmu .
Aku terpesona dengan matamu .
Adakah engkau bisa melihatku .
Seonggok daging dengan harapannya yang aku sendiri dibuatnya ragu.
Ah tidak . Camar jujur kepadaku, bahwa ababil tak akan menyerbu .
Aku yang dirundung pilu saat itu .
Memberanikan diri Untuk masuk di antara puisi Sunyimu .
Aku melebur dihadapmu,
Hingga aku dilupakan pada aku..
Bahwa naskah semesta Tak berpihak menjadi aku,
Lantas gugur begitu saja di keakuannku yang mengaku-ngaku.
Apa ini? ..
Dewata menyingsingkan tali kuda shambarani,
Aku tertatih menghindari,
Ternyata dikau sudah tak sendiri
Yang berarti ini semua tiada arti
Kemana lagi? Aku bawa jism yang dirundung kecewa bertubi,
Kemana lagi? Hendak ku pastikan Mati .
Mati sudah kenduri .
Yang melayu seiring perasaan dijiwa ini.
Comments
Post a Comment
Kritik dan diskusi adalah kekhasan budaya akademis yang harus dirawat, maka tinggalkan jejak anda disini.