DINAMIKA KONFLIK: MASUKNYA INDUSTRI SEMEN DAN ISU EKSLUSI TERHADAP MASYARAKAT DI JAWA TENGAH.

ABSTRACT

Economic growth is the main priority in a country as an effort to achieve the welfare of its population. The tendency of development is more about the establishment of human mobility related to the provision of infrastructure, industrial procurement, or other things that are considered as a stimulus to achieve the prosperity of society. The uniformity is not without consequences, the logic of growth offers an ambitious index without taking conditions seriously so that it will result in centralization.

The use of karst mountains in Central Java to be used as raw material for making cement in the hope is able to increase the economic activities of the community. Several companies failed to set up factories because they were faced with local residents who strongly objected to the procurement of these factories. This research uses descriptive qualitative method using literature review or literature study.

ABSTRAK

Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan prioritas utama dalam suatu negara sebagai upaya untuk mencapai kesejahteraan penduduknya. Tendensi pembangunan lebih kepada kemapanan mobilitas manusia yang terkait dengan penyediaan infrastruktur, pengadaan industri, atau hal-hal lain yang dianggap sebagai sebuah stimulus untuk mencapai kemakmuran masyarakat. Penyeragaman tersebut bukan tanpa konsekuensi, logika pertumbuhan menawarkan indeks yang ambisius dengan tidak mempertimbangkan kondisi secara serius sehingga akan berakibat pada sentralisasi. 

Pemanfaatan pegunungan karst di Jawa Tengah untuk dijadikan bahan baku pembuatan semen digadang-gadang mampu untuk meningkatkan kegiatan perekonomian masyarakat. Beberapa perusahaan gagal mendirikan pabrik karena berhadapan dengan para penduduk lokal yang menolak keras pengadaan pabrik tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan menggunakan literatur review atau studi pustaka.

KeywordPertumbuhan Ekonomi, Ekslusi, Industrialisasi.

**
Rembang merupakan salah satu kabupaten di wilayah Jawa Tengah yang berada dijalur Pantai Utara pulau Jawa. Kabupaten Rembang memanfaatkan berbagai potensi yang ada di wilayahnya untuk meningkatkan perekonomian daerah. Sektor pertanian Kabupaten Rembang adalah sektor yang menjadi tumpuan daerah ini. Keberlangsungan sektor pertanian di Kabupaten Rembang kini memiliki ancaman yang nyata dengan hadirnya beberapa usaha tambang yang memanfaatkan karst— perbukitan khas yang dibentuk oleh batugamping. 

Maraknya pembangunan baik itu perumahan, infrastruktur dan lain-lain mengakibatkan melonjaknya permintaan semen, penelitian Hidayatullah dkk (2016: 2) menyebutkan bahwa Salah satu daerah Kabupaten Rembang yang memiliki potensi tambang karst adalah kawasan Watuputih yang berada di Kecamatan Gunem. Kawasan Watuputih merupakan kawasan karst yang masuk dalam jajaran pegunungan Kendeng Utara. Besarnya permintaan pasar terhadap semen setiap tahunnya berimplikasi pada naiknya kebutuhan bahan baku semen. 

PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk adalah sebagai salah satu perusahaan BUMN yang memproduksi berbagai jenis semen memiliki keinginan yang kuat untuk melakukan penambangan batuan karst kebutuhan akan bahan baku membuat PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk berminat untuk melakukan penambangan bahan baku semen di kawasan Watuputih. Selain karst unsur lain yang juga menjadi obyek tambang yang dilakukan Semen Indonesia di Kabupaten Gunem adalah batu gamping dan juga tanah liat.

**
Konflik memiliki makna ketidaksesuaian (incompatibility) yang terjadi diantara dua pihak atau lebih. Merujuk the Dictionary of Conflict Resolution (1999) dalam Morasso, (2008) konflik adalah “The broader state of incompatibility that may or may not give rise to a dispute”. Dengan  demikian, konflik merupakan kondisi ketidaksesuaian diantara tujuan-tujuan dari dua pihak atau lebih yang bisa memunculkan terjadinya sengketa (dispute).

Dahrendorf membedakan antara kelompok yang terlibat dalam konflik menjadi dua tipe yakni kelompok semu (quasi group) dan kelompok kepentingan (interest group). Kelompok semu merupakan individu-individu yang belum terkoordinir baik yang berada dalam asosiasi maupun diluar asosiasi akan tetapi memiliki kesadaran. Sedangkan kelompok kepentingan adalah kelompok yang sudah terkoordinir dengan baik dan memiliki kesadaran resistensi. (Raditya dan Millah, 2009: 29). Kelompok semu ini akan menjadi sebuah kepentingan apabila memiliki tiga syarat yaitu adanya interest manifest, berupa sebuah ideologi dan nilai-nilai resistensi, adanya unsur pengaruh politik dari suatu organisasi dan adanya kondisi sosial yang menyebabkan munculnya komunikasi. 

Teori konflik Dahrendorf adalah mata rantai antara konflik dan perubahan social. Menurut Dahrendorf, konflik justru mengarah pada suatu perubahan dan pembangunan. Ketika terjadi sebuah konflik golongan yang terlibat akan melakukan perubahan untuk memperbaiki strutur social yang dirasa salah. Apabila konflik bersifat radikal dan disertai dengan tindakan kekerasan maka perubahan social akan lebih efektif. Konflik dapat menyebabkan integrasi dan integrasi pula bisa menciptakan konflik.

Bagi masyarakat Jawa Tengah, pegunungan Karst merupakan kawasan yang sangat berharga bagi kelangsungan hidup mereka, terutama sektor perairan untuk lahan pertanian yang menjadi mata pencaharian umum masyarakat Jawa Tengah. 

Akan tetapi pandangan yang berbeda dari pihak pemerintah daerah dan investor, pegunungan karst di Kendeng Utara merupakan kekayaan Sumber Daya Alam yang memiliki nilai values yang sangat tinggi, atas dasar hal tersebut maka pegunungan karst di Kendeng di tambang untuk di jadikan bahan baku industri semen.

**
Tulisan ini merupakan karya ilmiah menggunakan metode penulisan Literature review, artinya data tidak diperoleh secara langsung dari objeknya namun melalui perantara. Dalam hal ini, penulis memperoleh sumber data dari jurnal, buku, ataupun internet dan dokumen lain yang relevan. 

Intervensi yang digunakan dalam penelusuran ini adalah pola konflik yang di timbulkan oleh adanya industri semen serta dampaknya bagi pertanian. Penelusuran jurnal publikasi jurnal ini menggunakan kata kunci sebagai perlawanan masyarakat terhadap industri, orang-orang yang terdampak, pengaruh pemanfaatan SDA yang beresiko terhadap hilangnya sumber mata air.

Beberapa jurnal yang menjadi rujukan dari tulisan ini antara lain tulisan Hidayatullah tahun 2016 yang berjudul (1) Analisis Peta Konflik Pembangunan PT. SEMEN INDONESIA Di Kec. Gunem Kab. Rembang, Jawa Tengah.

(2) Suharko (2016) yang berjudul Masyarakat Adat versus Korporasi: Konflik Sosial Rencana Pembangunan Pabrik Semen di Kabupaten Pati Jawa Tengah Periode 2013-2016.

Dua penelitian diatas ditelaah dan dikaji secara mendalam oleh penulis dengan tujuan untuk memperoleh data-data atau kronologi maupun peristiwa krusial tentang bagaimana dinamika konflik yang terjadi di masyarakat Jawa Tengah.

**
PERLAWANAN MASYARAKAT ADAT  
Pada tahun 2007, PT Semen Gresik berencana melakukan ekspansi usaha dengan membangun pabrik semen di Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati. Ekspansi ini mendapatkan perlawanan keras dari masyarakat adat Sedulur Sikep (SS) atau Samin, yang didukung oleh OMS. Masyarakat adat SS tidak hanya menegaskan penentangannya melalui aksi-aksi kolektif, seperti demonstrasi, pernyataan sikap, dan berbagai bentuk ritual sosial lainnya, tetapi juga melalui gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang.

Pada akhirnya, PTUN memenangkan gugatan masyarakat adat SS, dan pihak PT Semen Gresik membatalkan rencana investasi pabrik semen di Kabupaten Pati. Korporasi tersebut kemudian memindahkan rencana pendirian pabrik semen di Kabupaten Rembang. Korporasi semen ini telah berhasil melampaui tahap pra-konstruksi, dan memasuki tahap konstruksi, serta direncanakan pada bulan Oktober 2016 dilakukan percobaan operasi pabrik.

Namun demikian, seiring dengan proses konstruksi pabrik semen tersebut, konflik sosial kembali terjadi antara masyarakat adat SS yang didukung berbagai OMS berhadapan dengan korporasi yang didukung pemerintah daerah. Konfl ik yang semula terjadi di Kabupaten Pati, kemudian berpindah lokasi ke Kabupaten Rembang. 

Kegagalan PT Semen Gresik membangun pabrik semen di Kabupaten Pati ternyata tidak mengendorkan ekspansi korporasi semen yang lain. Pada tahun 2010, PT SMS mulai merealisasikan rencana untuk mendirikan pabrik semen di Kecamatan Tambakromo dan Kayen, Kabupaten Pati. 

Untuk bisa mendirikan pabrik semen, PT SMS harus mendapatkan izin lingkungan dari Bupati Pati. Dengan menunjuk sebuah perusahaan konsultan penyusun AMDAL dari Semarang, PT SMS mulai melakukan kajian dan penyusunan dokumen AMDAL pada tahun 2010. Dalam kenyataannya, proses penyusunan AMDAL yang secara normatif bisa selesai dalam hitungan bulan, berlangsung berlarut-larut dalam hitungan tahun. Hal ini terjadi karena aksi-aksi penolakan masyarakat adat SS yang didukung sejumlah OMS terhadap proses penyusunan AMDAL. Hingga akhir tahun 2012, PT SMS belum berhasil menyelesaikan dokumen tersebut (Suharko, 2013)

Pokok persoalan yang membawa dua pihak utama yakni masyarakat adat SS dan PT SMS dalam relasi konfliktual adalah pemanfaatan batu kapur dan air di kawasan pegunungan Kendeng Utara, Jawa Tengah.  Masyarakat adat SS dan jejaring pendukungnya meyakini bahwa sumberdaya alam yang ada di pegunungan Kendeng Utara mutlak untuk dilestarikan dan tidak untuk ditambang. 

Setiap upaya untuk mengubah kondisi ekosistem pegunungan akan mengganggu keseimbangan alam. Pemanfaatan batu kapur untuk bahan baku semen, dipandang bisa mengancam kelestarian cadangan air yang tersimpan di bawah batuan kapur. Padahal sumberdaya air adalah sumber kehidupan penting bagi masyarakat adat SS yang meyakini bahwa satu-satunya pola nafk ah adalah bertani, dan pantang untuk berdagang (Efendi, 2013). 

Dalam ungkapan Hartati (istri Gunretno), masyarakat adat SS boleh berdagang asalkan barang yang dijual lebih murah harganya daripada saat barang tersebut dibeli. Ia mengatakan: “Itu merupakan cara halus untuk mengingatkan kami agar tetap memegang jalan hidup bertani”.  Bagi masyarakat adat SS, bertani bukan hanya cara hidup tetapi juga hidup itu sendiri. 

Karena itu, sawah adalah tempat aktivitas utama mereka. Sawah tidak akan menghasilkan apa-apa tanpa ketersediaan air. Pada titik inilah, masyarakat adat SS memandang bahwa setiap bentuk eksploitasi terhadap sumberdaya alam di pegunungan Kendeng Utara adalah ancaman bagi kehidupan mereka.

**
DAMPAK  INDUSTRI SEMEN
1. Ekonomi
Dampak negatif dalam hal ekonomi adalah terdapat masyarakat yang mengalami perubahan social secara progress, dan regress. Masyarakat yang mengalami progress hanya segelintir saja yaitu para elit desa. Pihak yang paling diuntungkan adalah mantan Kepala Desa yang menjadi kepanjangan tangan dari PT. Semen Indonesia dan golongan menengah dan atas karena pendapatannya meningkat. Sedangkan masyarakat yang mengalami perubahan social secara regress yaitu masyarakat petani yang terkena dampak industrialisasi. Masyarakat petani yang memiliki lahan sempit ketika kehadiran PT. Semen Indonesia banyak yang mengalami mobilitas sosial vertical turun dari masyarakat petani menjadi pengangguran.

2. Lingkungan
Di salah satu desa yang juga merupakan pegunungan karst yang membentang di jawa tengah Kelangkaan Sumber Daya Alam yang dirasakan oleh masyarakat Desa Temandang, kawasan karst yang dimiliki masyarakat Desa Temandang dieksploitasioleh perusahaan semen. Eksploitasi batu Karst yang dilakukan oleh PT. Semen mencapai 1400 ha. Masyarakat petani tidak mampu menikmati kekayaan sumber daya alam yang mereka miliki karena eksploitasi tersebut. Dampak negatif yang lain dalam aspek lingkungan adalah kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan yag terjadi di Desa Temandang adalah masalah debu yang biasanya membuat masyarakat mengalami sesak nafas, banjir, rumah yang retak akibat pengeboran. truk-truk dari PT. Semen Indonesia melewati Desa Temandang karena banyak truk-truk besar yang keluar masuk.

3. Sosial
Dampak negatif yang lain dalam aspek social adalah Marginalisasi pekerjaan. Masyarakat Desa Temandang yang bekerja di PT. Semen Indonesia dapat dihitung dengan jari, masyarakat yeng bekerja diinduk PT. Semen Indonesia hanya dalam skala kecil saja yaitu dua sampai tiga orang. Sedangkan masyarakat Desa Temandang yang lain hanya mengisi pos-pos kebersihan, satpam, dan juga lauder (Pengangkut semen). Bahkan sekarang masyarakat Desa Temandang yang mau bekerja sebagai buruh perusahan tidak diprioritaskan walaupun untuk mengisi pos-pos kasar. Untuk mengisi pos-pos induk maupun kasar pihak perusahaan banyak yang mendatangkan pekerja dari luar Desa karena life skill, dana dan juga pendidikan tinggi lebih diperioritaskan.

**
Industrialisasi diikuti oleh proses-proses sosial baik yang sifatnya assosiatif dan disasositif.  Kehadiran perusahaan semen membawa dampak positif terhadap suprastruktur desa. Dampak positif itu ditunjukkan dengan adanya kerjasama antara PT. Semen dengan suprastruktur desa (kepala desa).Kepala desa mempengaruhi masyarakat untuk membebaskan lahan pertanian. Proses asosiatif ini dilakukan karena kedua belah pihak baik aparatur desa maupun pihak perusahaan semen sama-sama diuntungkan, sehingga aparatur desa menerima kehadiran PT. Semen Indonesia. 

Sedangkan proses sosial disasosiatif berupa kontravensi yang dilakukan oleh masyarakat yang terkena terhadap PT. Semen dampak dalam proses pembebasan lahan. Masyarakat menggunjing pihak semen Indonesia di tengah-tengah masyarakat.Selain kontravensi juga terdapat aksi blokir jalan yang dilakukan oleh mahasiswa dan masyarakat dengan memblokir jalan menuju pabrik. Sehingga mengakibatkan  pembangunan perusahaan semen terganggu karena truk-truk yang mengangkut bahan material tidak bias masuk pabrik.

Comments