Chapter III : Disaster Risk Reduction Development Flow.

Sabda Shangkara - Pengurangan Resiko Bencana (PRB) merupakan usaha manusia dalam menekan angka resiko terhadap kerugian-kerugian yang didapatkan akibat terjadinya bencana. Bencana yang terjadi, merangsang manusia untuk melakukan evaluasi yang terus berkembang beririsan dengan perkembangan sains manusia.
Tulisan ini membahas mengenai alur perkembangan pengelolaan bencana internasional. Tulisan ini merupakan resume perkuliahan Manajemen Bencana pertemuan keempat yang secara khusus membahas alur pengelolaan berdasarkan perspektif Wignyo Adiyoso, Ph.D.

Guna melindungi otentisitas tulisan, penulis menggunakan fitur 'block-false' pada tulisan guna mencegah tindak copy-paste. 

A. SEJARAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA
Damon P. Coppola (2007) dalam bukunya Introduction to International Disaster Management menyebutkan, terdapat bukti-bukti kongkrit yang menunjukan peristiwa saat abad ke VIII dan IX. Abad tersebut diperkirakan telah terjadi kekeringan di seluruh dunia yang disebabkan karena pergeseran musim hujan. Lebih lanjut, secara normatif sebagai umat muslim kita meyakini bencana banjir besar yang terjadi ketika zaman Nabi Nuh yang memunculkan indikasi ancaman akan berakhirnya peradaban manusia dalam jangka waktu tertentu. Berdasarkan beberapa temuan geologi memperkirakan, peristiwa ini berlangsung pada tahun 11.000 - 13.000 SM.

Dengan demikian, bencana ikut serta dalam pendewasaan dan penyesuaian peradaban umat manusia atas 'sesuatu' yang membahayakan bagi keselamatan nyawa, harta benda dan sebagainya. Adapun dalam konteks kontemporer perkembangan pengelolaan bencana terbagi menjadi beberapa fase yang terangkum dalam pengurangan resiko bencana (PRB).

B. PENANGGULANGAN RESIKO BENCANA (PRB) 
Alur perkembangan umat manusia dalam mempertahankan keselamatan diri maupun material melalui pengelolaan bencana dimulai dari tahap yang masih sangat konvensional hingga ke tahapan yang lebih terstruktur. Pengelolaan bencana merupakan usaha-usaha untuk mengurangi resiko dan dampak melalui penerapan ilmu pengetahuan.

Tujuan dari diterapkannya ilmu pengetahuan dalam pengelolaan bencana adalah sebagai berikut
  • Mengurangi atau menghindari kerugian secara fisik, ekonomi, maupun jiwa yang dialami oleh perorangan maupun negara.
  • Mengurangi Korban Bencana
  • Memberikan perlindungan pada pengungsi
  • Mempercepat upaya pemulihan (reconstruction)
Dalam perkembangannya, pengelolaan bencana berkembang melalui 4 fase paradigma; (I) Paradigma Relief (tanggap darurat) paradigma yang berkembang pada tahun tahun 1960-an (II) Paradigma mitigasi tahun 1980-an (III) Paradigma Pembangunan tahun 1990-an dan (IV) Paradigma pengelolaan resiko bencana yang berkembang pada dekade tahun 2000-an.

Paradigma yang keempat, merupakan paradigma yang ditawarkan oleh UN/ISDR (International Strategi of Disaster Reduction)  yang terdiri dari 4 tahapan perkembangan pengelolaan bencana internasional.


1. Resolusi PBB
Resolusi PBB baru dituangkan melalui resolusi 44/236 dengan menetapkan tujuan mencapai pengurangan resiko bencana (14/12/1971). Resolusi PBB menghimbau kepada negara-negara anggota sebagai berikut.
  • Meningkatkan kapasitas mengurangi dampak secara cepat dan tepat
  • Penyusunan pedoman dan strategi mempertimbangkan budaya dan ekonomi negara
  • Menumbuhkan upaya pengurangan dampak bencana yang bertujuan mengurangi korban jiwa
  • Diseminasi informasi
  • Mengembangkan langkah-langkah untuk menilai, memperkirakan melalui program bantuan teknis maupun transfer pengetahuan.
Resolusi PBB berkembang dan ditindaklanjuti melalui No 46/182 tahun 1991 mengenai penguatan koordinasi bantuan kemanusiaan PBB terkait masalah kebencanaan. Dengan sasaran utama: (I) Perwujudan katahanan masyarakat (II) Pengubahan pola-pola perlindungan terhadap masyarakat.

Strategi resolusi PBB dalam merumuskan PRB terdiri dari beberapa hal; (I) Meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap bencana alam (II) Mewujudkan komitmen pemerintah dalam mengurangi resiko bencana (III) Meningkatkan partisipasi masyarakat (IV) Mengurangi kerugian ekonomi maupun aspek sosial akibat bencana.

2. Strategi Yokohama
Strategi ini diterapkan pada Mei 1994 dalam kesempatan konferensi dunia tentang pengurangan resiko bencana alam. Strategi Yokohama merupakan dokumen yang berisi panduan-panduan internasional untuk mengurangi resiko dan dampak yang ditimbukan akibat bencana. Strategi Yokohama melakukan upaya yang harus didukung melalui pengalokasian anggaran khusus yang harus dimasukkan kedalam anggaran pembangunan. 


Beberapa isu yang teridentifikasi yang dimuat dalam strategi ini adalah sebagai berikut
  • Tata pemerintahan, organisasi, hukum, dan kerangka kebijakan
  • Identifikasi resiko, pengkajian, monitoring, dan peringatan dini
  • Pengetahuan dan pendidikan kebencanaan
  • Mengurangi faktor penyebab resiko bencana
  • Persiapan tanggap darurat dan pemulihan yang efektif
3. Hyogo Framework
Substansi dasar yang menjadi prioritas kegiatan untuk tahun 2005-2015 adalah sebagai berikut:
  • Meletakkan pengurangan resiko bencana sebagai prioritas nasional maupun daerah (Institusi)
  • Mengidentifikasi, mengkaji, dan memantau resiko bencana serta menerapkan sistem peringatan dini (Kewaspadaan resiko)
  • Pemanfaatan pebgetahuan dan inovaso (Pendidikan)
  • Memperkuat kesiapan menghadapi bencana yang lebib efektif (Kesiapsiagaan)
Kerangka aksi Hyogo menitikberatkan pada tiga sasaran strategis utama (I) Pengintegrasian dan pertimbangan resiko bencana secara lebih efektif kedalam kebijakan pembangunan berkelanjutan (II) Perencanaan dan penyusunan program disemua tingkat dengan penekanan khusus pada penanggulangan bencana, mitigasi, dan kesiapsiagaan. (III) Pengurangan kerentanan masyarakat terhadap bencana.

4. Sendai Framework
Kerangka Pengurangan Resiko Bencana (PRB) Sendai Framework diadopsi pada saat penyelenggaraan konferensi dunia ke-3 untuk pengurangan resiko bencana yang dilaksanakan pada tanggal 14 maret 2015 di Sendai, Miyagi, Jepang. Kerangka ini disusun untuk meringkas dan terfokus dalam rangka pengambilan tindakan yang berorientasi pada kerangka pengurangan resiko bencana, pasca 2015. Selain itu sendai framework berupaya untuk melengkapi penilaian dan review terhadap pelaksaanaan rangka aksi Hyogo tahun 2005-2015 terkait membangun ketahanan bangsa dan komunitas terhadap bencana.
Sendai framework menekankan empat tindakan prioritas sebagai verikut.
  1. Memahami resiko bencana 
  2. Penguatan tata kelola resiko
  3. Investasi PRB untuk resiliensi
  4. Meningkatkan manajemen resiko
C. INTEGRASI PRB DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (SDG's) 
Pada tanggal 21 Oktober 2015, PBB mencanangkan SDGs (sustanable development goals) sebagai upaya untuk menyelaraskan tindakan-tindakan dalam mencapai tujuan pembangunan di dunia. SDGs merupakan program berkelanjutan yang didalamya terdapat 17 tujuan dengan 169 target sasaran.

Isu penanggulangan bencana termasuk dalam tujuan ke 13, yaitu menanggulangi masalah perubahan iklim. Dalam bagian ini terdapat tiga sub tujuan yang diiringi dengan sasaran dan indikator target pencapaian, antara lain sebagai berikut:
  • Semua kebijakan nasional, rencana strategis maupun pada peraturan daerah menampung pembahasan isu perubahan iklim dan dapat memberikan solusi penanggulangannya 
  • Meningkatnya perilaku masyarakat tentang kesadaran lingkungan
  • Terbentuknya rencana mitigasi bencana alam yang menimbang dampak dari perubahan iklim
Dalam SDGs, terjadinya bencana dapat menyebabkan terganggunya pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Dengan adanya kejadian bencana alam akan berdampak pada terganggunya ekonomi, kesehatan, akses pekerjaan, dan bangunan sosial suatu masyarakat. Oleh karena itu, PRB menjadi bagian penting dalam program SDGs.

Comments