Kemiskinan mempunyai sifat yang multidimensi sehingga setiap perspektif akan mensifati kemiskinan dengan pandangan yang bermacam-macam, namun secara umum kemiskinan di ukur dari tingkat pendapatan masyarakat. Bank Dunia meletakkan standar kemiskinan dengan pengeluaran individu sebesar 2 dollar AS/hari sedangkan BPS (Badan Pusat Statistik) menggunakan ukuran kebutuhan dasar 2100 kalori atau setara dengan Rp. 152.487-, per kapita per bulan (Girsang, 2009). Standar demikian di nilai cukup sensitif terhadap perubahan ukuran sehingga berakibat pada jumlah penduduk yang miskin. Selain itu terdapat juga standar ukuran lain yang sering di gunakan untuk landasan pembangunan yaitu Live Proverty Index yang meliputi tingkat konsumsi kalori, Kondisi Hunian, Pendidikan, Akses terhadap Air Bersih dan juga Daya Beli sebagai standar untuk mengidentifikasi kemiskinan suatu penduduk.
Urgensi pembahasan mengenai kemiskinan menjadi penting dalam berbagai sisi; Dalam konteks Akademisi yang konsen dalam isu-isu sosial, kemiskinan harus terus menerus di gaungkan untuk perubahan-perubahan sosial ke ranah yang lebih baik serta menjadi jawaban untuk mengimplementasikan pengetahuan yang di peroleh juga penentu kemana pengetahuan tersebut harus berpihak. Dengan demikian tulisan ini di susun berdasarkan segenap pengetahuan penulis yang bertujuan untuk menegaskan bahwa kemiskinan merupakan masalah bersama.
Kemiskinan (poverty) merupakan kondisi dimana seseorang tidak
dapat menikmati segala macam pilihan dan kesempatan dalam pemenuhan kebutuhan
dasarnya, seperti tidak dapat memenuhi kesehatan, standar hidup layak,
kebebasan, harga diri, dan rasa dihormati seperti orang lain (Suripto &
Subayi, 2020). Pensifatan multidimensional terhadap kemiskinan dikarenakan
kebutuhan manusia itu bermacam-macam, maka kemiskinan pun memiliki banyak aspek
primer yang berupa miskin akan aset, organisasi sosial politik, pengetahuan,
dan keterampilan serta aspek sekunder yang berupa miskin akan jaringan sosial,
sumber-sumber keuangan, dan informasi (Manoppo,2018). Selain itu juga
kemiskinan menembus dimensi tempat, dalam Dimensi-dimensi kemiskinan tersebut
termanifestasikan dalam bentuk kekurangan gizi, kondisi air, pemukiman yang tidak sehat, perawatan
kesehatan yang kurang baik, dan tingkat pendidikan yang rendah. Hal ini
berarti kemajuan atau kemunduran pada salah satu aspek dapat mempengaruhi
kemajuan atau kemunduran aspek lainnya.
Secara demografis terdapat perbedaan-perbedaan karakteristik kemiskinan
masyarakat perkotaan dan masyarakat pedesaan, secara internal yang menjadi
faktor-faktor kemiskinan yang terjadi di wilayah perkotaan adalah keterbatasan
karakter yakni: kondisi dimana kurangnya etos kerja (Prawoto,2009) yang di prakarsai oleh sifat-sifat malas, fatalistik dan juga keinginan untuk berbuat
kriminal. selain itu juga ketidakmampuan dalam bersaing dalam pasar kerja, tidak memiliki asset, tidak mempunyai jaringan strategis juga merupakan
faktor-faktor penyebab dari kemiskinan di perkotaan (Haryono, 2005)
Di Indonesia kawasan pedesaan di dominasi oleh pertanian sebagai basis mata pencaharian masyarakat secara umum, faktor penyebab dari kemiskinan yang ada di desa tentunya berkaitan dengan masalah-masalah yang tak kunjung terselesaikan di sektor ekonomi di suatu wilayah pedesaan, seperti penetrasi modernisasi pertanian (Suyanto, 1996).
Pembangunan dianggap menjadi jawaban dari tingginya angka
kemiskinan yang ada di Indonesia saat ini, selain upaya-upaya mandiri
masyarakat dalam menginovasi suatu produk, pemangku kebijakan juga sangat
berperan penting dalam mengentaskan permasalahan kemiskinan. Dewasa ini sangat
di perlukannya pembanguan-pembangunan baik itu segi infrastruktur, sektor-sektor
ekonomi baru serta kebijakan-kebijakan yang berorientasi pada pembangunan
masyarakat (people center development) (Pertiwi, 2017)
Dalam beberapa kasus di wilayah pedesaan yang terjadi di Cirebon,
Kuningan, dan Majalengka dimana masyarakat masih menggantungkan hidupnya pada
aktivitas pertanian dan perikanan. Di wilayah Pesisir Cirebon masyarakat
petambak garam sangat bergantung pada cuaca, beberapa tahun terakhir masyarakat
kesulitan dalam memproduksi garam di karenakan musim yang tidak menentu dan juga
monopoli dari pengepul, petambak garam sangat mengharapkan untuk adanya
kebijakan HET (Harga Eceran Tertinggi) untuk stabilisasi harga garam,
pemerintah di harapkan menyetop aktivitas impor garam ketika musim panen,
selain itu petani membutuhkan geomembran untuk tambahan alat produksi agar
hasil garamnya masuk pada kategori garam industri dengan demikian harga
garampun akan naik.
Di Kuningan para penggarap lahan harus kehilangan lahan garapannya (Megasari, tanpa tahun) di karenakan regulasi baru terkait konservasi hutan, hal itu berakibat pada banyaknya para penggarap yang kehilangan mata pencaharian. Keadaan seperti itu tentunya akan berakibat pada naiknya angka pengangguran yang turut berpengaruh pada kenaikan angka kemiskinan. Di Majalengka terdapat sebuah desa yang menggunakan strategi pengentasan kemiskinan dengan cara mengoptimalisasi setiap-tiap sumber penghasilan yang di geluti masyarakat, mengembangkan industri kreatif serta memperluas jaringan kemitraan dalam menangani persoalan kemiskinan.
Jadi, Kemiskinan (poverty) merupakan kondisi dimana seseorang tidak
dapat menikmati segala macam pilihan dan kesempatan dalam pemenuhan kebutuhan
dasarnya, seperti tidak dapat memenuhi kesehatan, standar hidup layak,
kebebasan, harga diri, dan rasa dihormati seperti orang lain. Dalam
menanggulangi permasalahan kemiskinan tentunya di perlukan pelibatan banyak
pihak dan juga ketepatan dalam mengambil langkah-langkah pembangunan, kasus
kasus dalam pembahasan adalah merupakan bentuk laten dari pembangunan yang semestinya
di perhatikan secara serius oleh sejumlah pihak agar upaya penanggulangan
masalah kemiskinan dapat di tangani secara tepat dan berpihak pada kepentingan
masyarakat luas.
REFERENSI
Upu,
Hamzah. 2017. Implementasi Sustainable Development Di Indonesia. Bandung
: Pustaka Ramadhan.
Lan, Thung. 2019. Tinjauan Kritis Ketahanan Sosial Masyarakat
Miskin Perkotaan dan Perdesaan; Ruang Sosial, Kebijakan, dan Pola Kerentanan
Sosial. Jakarta : LIPI Press.
Syamsyi, Ibnu. 2018 Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
Dalam Pendekatan Rehabilitasi dan Pekerjaan Sosial. Yogyakarta: UNY Press.
Suripto & Lalu Subayil. 2020. Pengaruh Tingkat Pendidikan,
Pengangguran, Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia Terhadap
Kemiskinan di D.I Yogyakarta Priode 2010-2017. Growth: Jurnal Ilmiah
Ekonomi Pembangunan. 1 (2): 128-143.
Juergen, dkk. 2018. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kemiskinan di Kota Manado. Jurnal Berkala Efisiensi. 18 (2) 216-225.
Wardis Girwang, 2009. Strategi Pengentasan Kemiskinan di Pulau
Kecil Provinsi Maluku. Jurnal Agrikultura. 20(3): 176-184.
Eksa Rusdiana, dkk. 2019. Transformasi Perlawanan Petani dalam
Menghadapi Tengkulak. Agriculture 3(1): 23-27.
Nano Prawoto, 2009. Memahami Kemiskinan dan Strategi
Penanggulangannya. Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan 9(1): 56-68.
Lutfi Apreliana Megasari, tanpa tahun. Ketergantungan Petani
terhadap Tengkulak Sebagai Patron dalam Kegiatan Proses Produksi Pertanian.
Erwan Agus Purwanto, 2007. Mengkaji Potensi Usaha Kecil dan
Menengah (UKM) untuk Pembuatan Kebijakan Anti Kemiskinan di Indonesia.
Jurnal Imu Sosial dan Ilmu Politik 10(3): 295-324
Comments
Post a Comment
Kritik dan diskusi adalah kekhasan budaya akademis yang harus dirawat, maka tinggalkan jejak anda disini.