Public Interest ?

SURAT TERBUKA.

*Tulisan ini saya dedikasikan untuk sahabat-sahabat saya yang menang dalam urusan masing-masing.

إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا۟ ٱلْأَمَٰنَٰتِ إِلَىٰٓ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحْكُمُوا۟ بِٱلْعَدْلِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِۦٓ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ سَمِيعًۢا بَصِيرً

Bung, kita pernah menatap indahnya langit malam di tanah nenek moyang kita yang sama. Menghabiskan hari dalam satu minggu bersama-sama, menapaki jejak yang sama, punya visi hidup yang sama, dan kemudian kita berproses menjadi pembelajar yang membela harkat dan martabat manusia!.

Jauh sebelum itu, saya sudah menerka-nerka neraka apa yang akan saya dapat di dunia ini. Bertahun saya menapaki jalan-jalan yang sunyi, gerakan-gerakan yang kelam, keterasingan, ketertutupan, dan menyuarakan diam. Itu jalan yang saya jejaki karena kesanggupan hati saya yang tak mampu untuk berpihak diantara orang-orang yang mempunyai identitas yang sama. 

Bung, saya bisa berdebat sepanjang apapun jalannya karena saya diajari untuk itu. Akan tetapi berdosa-kah saya, bahwa kekacauan yang terjadi adalah saya yang mendalanginya? Saya mempengaruhi pemikiran orang-orang termasuk bung sendiri, atas nama kepentingan orang banyak. Bung, kerja-kerja yang berpihak adalah kerja-kerja yang bukan tanpa resiko jalan-jalan yang tenang adalah jalan yang tidak aman, terjal dan penuh persangkaan-persangkaan yang abadi. Dan untuk itu semua, saya melacurkan pengetahuan dan kedaulatan saya atas diri saya dan rasa kemanusiaan yang saya punya.

Bung, Selamat atas beban baru dan buah dari konstelasi birokrasi kita yang telah kita bangun. Rasa berdosa ini, biar saya pendam dalam-dalam juga terhadap jalan-jalan sunyi yang akan saya tapaki kembali.


Salam.

Comments