S E B U A H P R O L O G
“One’s destination is never a place, but a new day of seeing things”
– Henry Miller —
Keterangan Foto : Foto bersama Komunitas Pendaki Pasukan Lempoan Adventure di Gn. Bendera Desa Cupang, Cirebon.
Tentang Komunitas Pasukan Lempoan Adventure
Komunitas Pasukan Lempoan Adventure dibentuk atas inisiasi dari keseluruhan anggota, berdasarkan informasi dari salah satu personel PLA (Pasukan Lempoan Adventure) Huda Renandra, tercetusnya nama lempoan ketika pendakian di Gn. Jajar Majalengka. Lempo (Baca : E untuk Ember) secara etimologi berarti Capek atau lelah, maksudnya adalah untuk menyiratkan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh komunitas ini ketika mendaki. Ketika ada salah satu dari rombongan yang merasa sangat-sangat kelelahan hal yang paling di tekankan adalah rasa solidaritas, kekompakan tim dan tidak saling mendahului satu sama lain, di siratkan juga di slogan PLA yaitu Alon-alon asal kelakon.
"Mau sampai jam berapapun sampe puncak, santai saja, enjoy, jangan malu buat bilang kalo kita capek." Terang Huda Renandra.
Dafa menjelaskan ketika PLA membuka open trip, kegiatan awal yang dilakukan adalah membenahi jalur pendakian Bukit Bendera Desa Cupang, Kec. Gempol Kab. Cirebon. Pembersihan jalur pendakian dilakukan dengan cara setiap-tiap personel yang terlibat membawa golok, cengkrong (Arit), dan alat-alat lain yang dapat difungsikan untuk membersihkan jalur pendakian dari rumput-rumput yang menutupi jalur, membuka ruang untuk camp di puncak–selain itu juga, di lakukan pemasangan tali Webbing untuk memudahkan proses pendakian.
Selain gunung bendera, PLA tergolong sudah banyak menjadi guide di beberapa pendakian—diantaranya adalah pendakian di Bukit Jajar, Bukit Koneng, Bukit Sanghyang Dora dan Arya Kemuning. Menurut Huda, pendakian-pendakian yang di lakukan sengaja di kawasan-kawasan yang masih beberapa radius dari tempat tinggal hal demikian di nilai lebih etis menurutnya, sebelum beranjak ke proses pendakian-pendakian ke gunung-gunung yang lebih menantang.
Agenda Halal Bi Halal, Juli 2021
Potret Ciremai dan Pebukitan dari puncak Bendera
Judul besar kegiatan berdasarkan sebaran pamflet yang di luncurkan Komunitas PLA adalah dalam rangka Halal bi Halal hari raya Idul Adha 1442 H. Agenda ini, di lakukan di Gn. Bendera yang berlokasi di Desa Cupang, Kecamatan Gempol Kabupaten Cirebon dengan titik koordinat -6.735, 108.3813889.
Berdasarkan altimeter, Gn. Bendera memiliki ketinggian 549 Mdpl, suhu rata-rata pagi berkisar antara 31°C dengan kecepatan angin 18Km/h serta kelembapannya berkisar 47% kemudian suhunya akan merosot cukup drastis pada sore hingga malam hari kisaran 20°C, kecepatan angin 8km/h serta tingkat kelembapannya adalah 85%.
Gn. Bendera berada dikawasan gunung kromong, disebelah utara gunung bendera terdapat Gn. Jaya, sebelah timur bersebelahan dengan Gn. Curi, Gn. Kidang, Gn. Petot, Gn. Suminta, Gn. Hanjuang, Gn. Sijalak dan sedikit melebar ke beberapa sudut bersebelahan dengan Gn. Windu.
Menurut beberapa sumber, gunung bendera merupakan markas para pejuang kemerdekaan RI yang berupa Laskar, terdapat juga monumen pertempuran di kawasan Batu lawang. Konon, markas / Barack dari militer Jepang terletak di Desa Kedung Bunder dipilihnya gunung bendera dan kawasan pebukitan disebelahnya sebagai strategi perlawanan pejuang. Maka, (menurut salah satu sumber) tidak mengherankan jika di kawasan Goa dalem pernah di lakukan pembersihan sisa alat-alat peperangan.
Di sebutkan juga, warga sekitar juga turut mengais sisa slongsong peluru untuk dileburkan lagi timahnya, kemudian mulai dilakukan pembersihan oleh pihak berwajib digambarkan oleh warga sekitar waktu itu kira-kira satu truck barang-barang perang dan beberapa masih aktif (Red : mempunyai daya ledak) dan lain-lain.
Euforia pendakian Gn. Bendera
Sunrise dari puncak bendera, Memandangi Gn. Slamet dan Gn. Ciremai
Pemberangkatan tim menuju puncak kira-kira pukul 15.30 WIB, di sepanjang perjalanan menuju pos satu, tingkat kepadatan vegetasi tidak terlalu padat sepengamatan saya vegetasi yang banyak di jumpai di kawasan tersebut adalah pinus (casuarina equisetifolia) pasalnya, kawasan gunung bendera dan sekitarnya berada di bawah naungan Perhutani—perhutani, memilih pinus sebagai zona pemanfaatan hutan karena tanaman komersial yang satu ini dapat di manfaatkan utuh dari mulai batang, buah dll.
Track pendakian Gn. Bendera masih sangat rimbun rerumputan, sehingga peralatan tebang seperti golok masih di perlukan. Beberapa ranting juga masih berserakan, di perjalanan dari basecamp menuju pos 1 juga banyak sekali bekas-bekas belahan bambu yang menandakan masih adanya aktivitas masyarakat lokal dalam memanfaatkan sumber daya tanaman di kawasan tersebut.
Di awal perjalanan, Egol Mahasiswa UNMA bertugas sebagai Guide serta membersihkan jalur dari ranting-ranting pohon, rerumputan dan menentukan arah rombongan. Di belakang saya, Huda ia bertugas sebagai sweaper yang memastikan keselamatan dari para tim pendakian.
Kondisi jalur pendakian Gn. Bendera bisa di sebut cukup ekstream, beberapa penyebabnya adalah belum adanya kepengelolaan, track yang berbatu, minimnya ruang landai (Shealter), kira-kira kemiringan 70° hal ini memaksa pendaki untuk lebih waspada terhadap batuan yang sedang di injak.
Dibeberapa spot, dipasang beberapa tali webbing untuk memudahkan pendaki, ada beberapa tali dan masih baik kondisinya sepengamatan saya hanya ada satu saja tali dari pos 3 menuju puncak yang talinya terputus hanya tersisa sekitar 30 Cm.
Tim sampai dipuncak pukul 17.50 bertepatan dengan adzan maghrib, pihak pelaksana dan peserta bahu membahu mendirikan 2 tenda Dome untuk di pergunakan tim beristirahat. Setelah gelap berangsur memenuhi langit, terlihat lampu-lampu penduduk, penerangan tambang, lampu akses jalan, dan penerangan lain yang mulai menyala dan terlihat semakin jelas hal demikian menurut saya seperti sedang berkaca dicermin besar, saya membayangkan tergabung di dalam hiruk pikuk kehidupan, semuanya kompleks, dan terintegrasi.
Sembari memandangi dataran, personel tim lain berkecimpung dengan 'Nesting' mengolah logistik yang sudah di bawa. Angin lembah yang berhembus dan kopi sachet yang di racik oleh Bung Huda tentunya menambah kesyahduan malam itu, sembari berteduh di bawah dua pohon yang saya sebut dengan sondara sondari.
Huda, lebih suka menyebutnya dengan RUKUN INDIE.
Comments
Post a Comment
Kritik dan diskusi adalah kekhasan budaya akademis yang harus dirawat, maka tinggalkan jejak anda disini.