Pesantren pernah menjadi sentral dari pendidikan yang menjauhkan masyarakat dari penindasan pada masa kolonial.
Pesantren juga, di jadikan sebagai basis pengukuhan masyarakat terhadap nilai-nilai substantif dari kehidupan, penguatan rasa nasionalisme, dan segudang peran lain yang sangat luas.
Bagaimana kehidupan di pesantren dan mengapa Santri itu punya pakaian khas?
Singkatnya, kehidupan di pesantren bukan hanya berkelindan mengenai seragam khasnya yaitu sarung. Ya! Santri memang identik dengan yang demikian; kemana-mana memakai sarung, kata 'Sarung' juga mempunyai nilai yang sangat dalam. Gus Muwafiq di dalam satu ceramahnya pernah membahas mengenai sarung, ia mengatakan bahwa sarung sebenarnya dari kata Syar'i yang berarti adalah sesuatu yang berkenaan dengan hukum syari'at, dalam hal ini saya memahaminya sebagai penutup aurat yang paling optimal.
Design sarungpun bukan tanpa alasan, sebagai identitas masyarakat muslim Nusantara yang mempunyai mata pencaharian sebagai penggarap laham pertanian, maka tidak akan memungkinkan jika memakai gamis seperti kebudayaan bangsa arab. Selain sarung, santri juga identik dengan kopiah. Kopiah juga mempunyai nilai filosofis yang tinggi, Bpk. Anwar salah satu guru saya sewaktu sekolah pernah menjelaskan nilai-nilai yang terkandung di dalam kopiah—sejatinya, kopiah berasal dari kata khauf yang berarti takut, di pakai untuk menutup kepala sebagai simbolis untuk tetap merendahkan diri terhadap apa yang di ketahui.
Seperti yang telah kita duga sebelumnya, kehidupan pesantren tidak lepas dari Al-Qur'an, Hadist dan juga naskah-naskah yang di gubah oleh imam-imam terdahulu bahkan usia karangannya banyak yang lebih dari satu abad. Namun, pengajaran yang sama berharganya adalah pelajaran-pelajaran hidup yang tidak akan di dapat kecuali dengan mesantren. Selain mengaji, santri sangat akrab dengan adagium Ridha al-mu'alim khoirun minal 'ilmi yakni keridhoan dari sang guru, itu lebih baik daripada ilmu. Logisnya, begitu besarnya pesantren dalam mendidik para santrinya untuk beradab, seluas apapun pengetahuan kita, tidak akan terpakai ketika kita tidak beradab.
Untuk menuju keridhoan sang guru tentunya banyak sekali jalannya umumnya santri mengenal proses tersebut adalah Ngawula bhakti yakni sebagai proses mengabdikan diri kepada guru dengan apa yang kita punyai. Ada yang berbakti dengan ilmu, ada yang dengan tenaga yakni dengan meladeni setiap-tiap kebutuhan pesantren.
Alasan di balik sistem itu hanya sederhana, yakni 'keberkahan'. Ini yang mendasari para santri dalam melakukan segudang proses-proses yang tidak mudah tersebut, Keberkahan adalah pencapaian yang di idam-idamkan oleh para santri. Secara definisi Barokah berarti Ziyadah al-Khoir (Tambahnya kebaikan) dengan bertambahnya kebaikan semua pencapaian baik itu kecerdasan pikiran, kecerdasan hati, dapat bermanfaat bagi semua umat.
...bersambung...
Comments
Post a Comment
Kritik dan diskusi adalah kekhasan budaya akademis yang harus dirawat, maka tinggalkan jejak anda disini.