Tulisan ini berdasarkan perspektif penulis pribadi, adapun kritik dan sejumlah saran yang membangun sangat penulis harapkan. Pelurusan mengenai paham-paham penulis yang di rasa keliru mohon untuk di koreksi dan di cerna secara lebih mendalam.
Setiap-tiap manusia akan merasa tertekan apabila hak hak preogatif tidak terlaksana dengan baik. Manusia memerlukan ruang gerak seluas-luasnya untuk kehidupannya, dan sudah sepatutnya negara (state) menjamin hak hak setiap warga negaranya dalam memilih, menentukan, dan menjalani hidupnya masing-masing.
Ketersediaan ruang dan akses menjadi penting bagi manusia, tentunya kebebasan yang saya maksud mempunyai batasan-batasan. Secara tersirat, ada beberapa dimensi dalam kehidupan manusia yang di limpahkan segala keputusan-keputusan hidup secara personal. Dan pula, ada ruang-ruang yang di mana individu tidak dapat berperilaku semaunya dan harus patuh terhadap sistem-sistem yang berlaku.
Dalam dunia sosial yang sangat beragam, terkhusus di dalam konteks negara yang berkebudayaan majemuk seperti Indonesia, kebebasan seringkali dijadikan sebagai delik untuk melicinkan aksi-aksi yang tidak sesuai dengan cita-cita negara. Atas dasar itu aparat negara di bagian keamanan itu bekerja.
Sejalan dengan pernyataan Plato (Murid dari socrates yang beraliran Realisme) bahwa kekongkritan sesuatu adalah ada di alam idealisme (ide/gagasan) menurutku, kebebasan ada di konteks tersebut. Kebebasan berpikir menjadikan manusia bergelut dengan ke-diriannya, dan ketika dari alam idealis itu di keluarkan (di sampaikan) maka akan bersinggungan dengan norma-norma yang berlaku dj masyarakat. Sebagai contoh, manusia boleh sah-sah saja membenarkan bahwa kegiatan pencurian yang dilakukan oleh dirinya adalah baik karena untuk bertahan hidup, tetapi ketika gagasan itu di keluarkan ke publik maka akan mempunyai titik singgung yang kompleks.
Comments
Post a Comment
Kritik dan diskusi adalah kekhasan budaya akademis yang harus dirawat, maka tinggalkan jejak anda disini.