MODAL SOSIAL, FUNGSIONALISM DAN TEORI KONFLIK

1. Pendahuluan

Hal yang mendasari penulis dalam membuat tulisan ini adalah untuk berbagi pengetahuan khususnya dalam bidang sosial, urgensi memahami teori-teori sosial adalah sebagai landasan pacu kita dalam membaca situasi, pola-pola sosial, dan menentukan langkah-langkah kita dalam bersosial.
Sejatinya dunia sosial merupakan dunia yang luas di dalam kedirian komunitas bahkan dalam konteks yang lebih luas; Warga negara, bangsa, ras dan sebagainya. Dalam kondisi yang sangat beragam tersebut tentunya memiliki nilai nilai implisit yang pasti berbeda-beda, selaras dengan analogi yang di sampaikan oleh Ustadz Miftah Maulana Habiburrahman dalam kanal youtube rekannya Dedy Corbuzier—ia mengatakan—bahwa pemahaman manusia tidak bisa di seragamkan, sama seperti rumah dan kamar. Ketika kita memahami bahwa society dalam scoope makro berarti paradigma kita mengenai masyarakat bisa di analogikan dengan rumah – sebaliknya, jika pandangannya ke scoope yang lebih kecil baik dari kesamaan ideologi atau pemahaman antara kesatuannya berarti kita sedang melihat kamar-kamar nya.
Dengan keluasan dinamisasi manusia tersebut, menurut penulis tidak ada standar baku mengenai pernyataan-pernyataan terlebih dahulu, upaya teori terdahulu hanya sebatas menggambarkan atau; upaya visual imajiner terhadap kondisi manusia yang sekarang.

A. Modal sosial

Bagaimana kita berpandangan melalui konsep ekonomi tentang modal? Dalam kegiatan ekonomi kapital seperti sekarang ini modal sangat di butuhkan untuk kelangsungan kegiatan ekonomi, dalam kata lain modal menjadi hal yang sangat krusial dalam kehidupan manusia. 
Begitupun dalam dunia sosial, modal sosial menduduki hal yang tidak kalah penting. Konsep ini muncul pada 1992, yang pertama kali mengemukakannya adalah Bourdeu— berpandangan bahwa modal sosial adalah jumlah sumber daya kualitas individu terhadap kehidupan sekitarnya.
Dari bangku perkuliahan, Materi yang disampaikan oleh dosen Yth. Ibu Turasih Pengampu mata kuliah teori pengembangan masyarakat mengemukakan bahwa yang mendasari modal sosial terlaksana ada tiga hal, yaitu; Trust (1) merupakan nilai-nilai implisit yang terkandung dalam masyarakat semakin besar kepercayaan dan terbukanya ruang ruang sekat antara individu-individu lain akan menciptakan integrasi individu dan hal demikian akan bertransformasi menjadi masyarakat yang lebih berkesatuan. Norm (2) dari terintegrasinya masyarakat dan komunikasi yang berkesinambungan nilai nilai yang di timbukan saya kiraa merupakan hasil dari tingkat kepercayaan yang ada di masyarakat. Network (3) Tulisan ini di gurat ketika masa pandemi Covid-19 dimana sebagian komunikasi di lakukan dengan jejaring sosial, praktisnya—masyarakat memerlukan akses terhadap keperluan interaksi untuk mereproduksi keberlangsungan interaksi dan hal-hal yang sudah di sebut tadi.

B. Fungsionalisme

Beberapa dari kita tidak jarang memandangi kegiatan-kegiatan yang sedang di lakukan oleh orang-orang, pernahkah kita tersebersit untuk menanyakan kenapa mata pencaharian orang berbeda-beda? Kenapa tidak seragam saja? Jika orang memandang bahwa menjadi seorang petani adalah hal yang sangat menguntungkan—kenapa tidak semua menjadi petani?—jika diantaranya menjawab "petani juga memerlukan distribusi produk mereka"—tentu hal demikian tidak sepenuhnya salah, pemenuhan kebutuhan hidup tentunya memerlukan intervensi dari pihak-pihak lain bukan? Selayaknya dalam masyarakat agraris yang membutuhkan kendaraan pengangkut barang begitupun sebaliknya pengangkut barang memerlukan barang yang diangkut, ini logika sederhana untuk dapat menangkap beberapa devinisi dari fungsionalisme.
Konsep yang di kembangkan pada beberapa abad kebelakang ini rupanya sangat mempengaruhi kondisi sosial masyarakat pada masanya atau sebaliknya. Konsep ini di perkenalkan oleh; Auguste Comte, Emile Durkheim dan Spencer. Pemikiran ini merupakan upaya-upaya untuk menjelaskan atau mendeskripsikan kohesifitas masyarakat sebagai suatu keselarasan dan kebutuhan yang saling melengkapi satu sama lain. 
Seperti yang sudah di gambarkan di atas, Fungsionalisme struktural secara permukaan adalah pandangan keselarasan masyarakat dengan analogi biologis, ketika gigi kita sakit maka otak kita akan merasakan pusing, tangan kiri yang membantu tangan kanan, flu yang berakibat naiknya suhu tubuh dan hal-hal lain yang serupa.

Fungsionalisme struktural juga merupakan pandangan-pandangan yang meratakan bahwa masyarakat adalah bagian yang tersusun atas pelbagai konstituen, seperti norma, agama, institusi dan sebagainya. Konsekuensi logisnya, penganut teori ini; adalah sebagai pencenderung terhadap pembenaran absolut yang sejak dahulu berlaku, bersifat pengaruh dan mempengaruhi, butuh dan di butuhkan. Dengan dampak yabg sangat besar tentu, beberapa ke khawatiran jika apatisme dan tak acuhnya masyarakat akan tumbuh subur.

Bersambung...

Comments

Post a Comment

Kritik dan diskusi adalah kekhasan budaya akademis yang harus dirawat, maka tinggalkan jejak anda disini.