Hari ini tepat 22 Oktober 2020 jelas keadaannya sangat-sangat berbeda dengan tanggal 22 Oktober 1945—rentang waktu itu—adalah momentum agung perihal resistensi masyarakat terhadap kedzaliman para penjajah yang mengakar di bumi Nusantara.
Beberapa pakar menyebutkan bahwa motif dari resistensi atau perlawanan adalah ingatan-ingatan atau kisah-kisah masa lampau tentang kedaulatan Nusantara sebagai sebuah bangsa yang makmur, berpadu dalam menjaga keutuhan Nusantara. Beberapa literatur dengan haluan kemanusiaan menyebutkan bahwa tidak ada manusia yang terima dengan perlakuan-perlakuan keji, resistensi pasti ada sekira-kiranya walau percik kecil setidak-tidaknya mengetahui bahwa hal itu patut di lawan.
Di rentang waktu tersebut, mulai tumbuh subur tentang wawasan kenegaraan, kebangsaan, dan sikap untuk menjaga diri, keluarga, komunitas bahkan sesama bangsa dari kejinya penjajahan. Di samping itu lembaga pendidikan non formal seperti pesantren sudah mulai memercik-kan nyala api perlawanan terhadap kekejian, keserakahan, penindasan dan sebagainya.
Sebagian besar perlawanan masyarakat bersifat kedaerahan—mengingat—bahwa manusia adalah makhluk yang protectif dalam ruang hidupnya, wawasan tentang theisme berkembang semenjak dulu, beberapa ulama yang visioner sangat-sangat besar sumbangsinya terhadap perjuangan bangsa, baik itu mulai dari gagasan, harta, di sajikan kepada para pejuang dengan harap bisa sedikitnya membantu memperbesar percik-percik api perlawanan.
Resolusi jihad dikeluarkan padantanggal ini, perihal menghimpun kekuatan-kekuatan yang terpisah, menjadi kekuatan yang kolosal segera fatwa ini menyebar ke seluruh warga sipil—jika bisa ditelaah, betapa mudahnya Hadratus syaikh menghimpun seluruh elemen masyarakat, saya kira itu akibat ter integrasinya kepentingan bangsa.
Dengan itu, nama santri mencantumkan diri nya dalam andil besar terhadap kemerdekaan bangsa yang sejati, bangsa yang dengan teguh berdiri sendiri—sebuah elementum yang sangat-sangat berani—langkah awalnya sudah diraih sebagai warisan kepada anak cucu, generasi penerus demi keberlangsungan hak-hak preogatif.
Beberapa point penting dari momentum dari resolusi jihad diantaranya agar terus mengingat sejarah diingatkan tentang kejayaan-kejayaaan yang pernah dicapai, tujuan manifest nya ialah menjadikan santriwan/i lebih inovatif.
Penjajahan secara ragawi mungkin sudah reda, sudah menjadi rahasia umum penjajahan mentalitas / ideologi / pemahaman masih berlangsung. Tidak sedikit ideologi kebangsaan di gembosi, mendapat serangan dengan pelbagai model, ini yang dimaksud para pahlawan bahwa mengangkat senjata itu memang berat tetapi lebih berat lagi melawan bangsa sendiri.
Tujuan di peringatinya hari ini, adalah sebagai upaya melihat kebelakang, mempelajari hal-hal yang sudah dicapai sebagai landasan pacu kemana kaki santri hendak menuju.
"Belajar sejarah bukan untuk menjadikan kita pintar, akan tetapi menjadikan kita lebih bijaksana."
Comments
Post a Comment
Kritik dan diskusi adalah kekhasan budaya akademis yang harus dirawat, maka tinggalkan jejak anda disini.