Diangkat dari hal yang pernah terjadi di masa-masa awal kuliah penulis, tepatnya masa ketika ospek (Orientasi studi dan pendidikan kampus) atau dalam istilah kampus dibawah naungan kementrian agama dikenal sebagai PBAK (Pengenalan budaya akademik mahasiswa).
Tidak ada yang membedakan dari kedua istilah tersebut, pada praktiknya mempunyai kesamaan-kesamaan yakni; mengenal lingkungan kampus sekaligus cara atau metodologi dan kiat-kiat memperoleh ilmu yang tepat dalam kancah bangku perkuliahan.
Stigma mahasiswa baru mengenai masa mukadimah ini adalah 'senioritas' dan 'dominansi' dari kakak tingkat, upaya-upaya pematuhan dari kakak tingkat kepada mahasiswa baru—akan tetapi, pemikiran tersebut bisa jadi keliru, tapi tidak menutup kemungkinan jua yang demikian masih terjadi dalam beberapa kasus.
Menjadi mahasiswa baru adalah masa ketika fikiran membuka lebar-lebar terhadap informasi-informasi. Di masa transformasi kebudayaan sekolah menuju kebudayaan kampus yang sangat radikal—dan hal itu terjadi dalam skala massif. Dengan demikian, sangat rentan sekali apabila menerima informasi-informasi yang salah lebih menyeramkan lagi ketika hal tersebut sudah tertanam menjadi "kebenaran subjektive".
Di masa seperti ini mahasiswa baru mulai mengulik tentang jurusan yang ia ambil, pertanyaan-pertanyaan mengenai hal-hal mendasar dalam jurusan, dan yang sering dilontarkan adalah pertanyaan yang menjurus dalam "finansial" sebagai laba (upah) setelah ia menyelesaikan pendidikan tersebut—yang demikian tadi mereka menganggapnya sebagai keaktifan/kritis bebal mana berfikir radiks dan yang cerewet—patut dimaklumi, anggaplah ini sebagai modal awal menjadi mahasiswa yang tanggap terhadap persoalan-persoalan dalam dirinya sendiri.
Seperti yang terjadi dalam diri penulis, seorang mahasiswa Pengembangan Masyarakat Islam di sebuah institusi Islam negeri di Jawa Barat, saya kira hal ini terjadi sebagian besar di semua kalangan mahasiswa baru.
Berbagai literatur saya coba fahami, diantaranya yang paling segar di otak adalah definisi-definisi dari Gordon G. Darkenwald dan Sharan B. Meriam, pengembangan masyarakat berintikan kegiatan sosial yang difokuskan untuk memecahkan masalah-masalah sosial. Dalam pengembangan masyarakat, batasan anatara belajar dan bekerja sangat tipis, karena keduanya berjalan secara terpadu.
Sedangkan menurut Twelvetrees pengembangan masyarakat adalah “the process of assisting ordinary people to improve their own communities by undertaking collective actions.” Artinya upaya untuk membantu orang-orang dalam meningkatkan kelompok mereka sendiri dengan cara melakukan usaha bersama-sama.
Dalam pengertian tersebut, asumsi penulis seperti ini; Simpel saja – pengembangan masyarakat adalah tentang merangsang segala sesuatu yang ada (dan tersedia) di masyarakat dan mengarahkan (Masyarakat) agar lebih 'berdaya' dengan corak mereka sendiri–ex. Para petani makmur dan dapat membuka berpuluh lapangan kerja bagi buruh tani, untuk mencapai suatu kemakmuran tentunya memakai metodologi atau langkah kongkrit dalam hal tersebut peran pengembangan masyarakat di butuhkan.
Peran pengembang masyarakat adalah sebagai bridge / jembatan antara individu/kelompok terhadap lembaga yang berwenang yang mencocoki permasalahan yang sedang dialami.
Praktisnya, permasalahan kenakalan remaja yang terus menerus bertumbuhan dan pengembang masyarakat menjembatani antara anak/remaja dengan orang tua atau bahkan kementrian sosial.
Tidak hanya itu, menurut saya pribadi—prodi Pengembangan Masyarakat adalah prodi yang universal. Pengembang masyarakat tidak melulu bergelut dengan hal-hal yang menjurus dalam masalah-masalah sosial (walaupun tujuan sebenarnya adalah itu) pemurnian keniatan hati, sehingga semu kebutuhan (profit) dan amal kebajikan, hal ini mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan awal yang menitik beratkan pada aspek finansial.
Dalam praktiknya, pengembang masyarakat bisa menjadi 'pekerja profesional' sekaligus berbuat kebajikan (tanpa melunturkan nilai-nilai altruistis). Dengan beberapa tahapan yang sistematis dan berbagai sertifikasi (skill-knowledge) yang mumpuni, pengembang masyarakat bisa menjadi perantara untuk menyambung hidup. *
-Bersambung-
Comments
Post a Comment
Kritik dan diskusi adalah kekhasan budaya akademis yang harus dirawat, maka tinggalkan jejak anda disini.